Judul: Membunuh Rindu (Kumpulan Puisi)
Penulis: Ulfa Arifah
Tebal: xiv + 86 hlm; 14 * 21 cm)
Penerbit: Bimalukar Publishing, Februari 2019
ISBN: 978-602-5803-31-4
Harga: Rp.....
Untuk apa seseorang menulis puisi? Meski terkesan ringan, kadang-kadang para penyair kesulitan menjawab pertanyaan itu. Bukan karena tidak memiliki tujuan atau visi. Tetapi aktivitas menulis puisi bagi orang tertentu sudah seperti bernafas. Entah bagaimana menjelaskan pertanyaan, untuk apa kita bernafas?
Menulis puisi, tentu saja berbeda dengan menulis karya ilmiah, juga karya fiksi yang lain (prosa dan naskah drama). Sebagai karya fiksi, puisi punya ciri khas pengungkapan yang berbeda, meski ia memiliki tujuan yang sama dengan karya fiksi lain. Puisi seakan sudah ditakdirkan untuk menampung apa saja yang digelisahkan manusia. Puisi kerap digunakan seseorang untuk mengungkapkan perasaan, atau bahkan menyimpan rahasia-rahasia tentang berbagai pengalaman nyata yang pernah dialami penulisnya.
Adakalanya memang seseorang kesulitan mencari kata atau kalimat yang tepat yang mewakili apa yang ingin disampaikan. Sebagaimana puisi-puisi para sufi ketika mengungkap ‘perjumpaan’ mereka dengan Sang Kekasih. Puisi menjadi wadah bagi jiwa-jiwa yang ingin mengungkap pengalaman estetisnya.
Sebenarnya, definisi puisi dan batasan-batasannya, juga nilai-nilai tentangnya, selalu membuka ruang perbedaan pandangan. Yang tidak diperdebatkan, atau kebanyakan kalangan menyetujuinya, yakni menulis puisi memiliki manfaat. Puisi bisa sebagai cermin tempat penulisnya berkaca, memandang dirinya, memandang masa lalunya, memandang alam di sekitarnya, dan lainnya. Puisi bisa pula menjadi media pengungkapan, tentang perasaan (cinta, benci, sedih, marah, gembira), pikiran, gagasan, dan kritik. Selain itu, puisi adalah cara ampuh untuk mengekalkan kenangan.
Demikian halnya dengan puisi-puisi Ulfa Arifah dalam buku Membunuh Rindu, tentu memiliki tujuan dan bisa jadi sangat beragam. Ketekunan penulis untuk meluangkan waktu, mengawetkan jejak, dan menumpahkan apa saja yang dirasakannya dalam buku ini patut kita apresiasi. Bukankah pengalaman adalah guru terbaik, dan membaca adalah cara kita memperkaya pengalaman itu sendiri.
0 Komentar